BIN: Menguatnya Kelompok Radikal Keagamaan Jadi Penyebab
Konflik Sosial
JAKARTA, KOMPAS.com -
Deputi II Bidang Dalam Negeri Badan Intelijen Negara ( BIN) Mayor Jenderal
Thamrin Marzuki mengatakan, konflik sosial yang terjadi di daerah menunjukkan
masih tingginya kerentanan toleransi masyarakat dalam menghadapi perbedaan. Hal
itu diperparah dengan adanya euforia kebebasan pasca-reformasi yang cenderung
tanpa batas. "Keberagaman harusnya bisa dikelola oleh pemerintah daerah
untuk menguatkan persatuan," ujar Thamrin, saat berbicara dalam Rakornas
Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tahun 2017 Kementerian Dalam Negeri, di
Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2017). Thamrin mengatakan,
menguatnya kelompok radikal berbasis agama menjadi faktor utama penyebab
menguatnya konflik sosial. Kelompok tersebut memiliki tujuan mengganti ideologi
negara dengan Khilafah Islamiyah. Bentuk intoleransi yang kerap terjadi, kata
Thamrin, adalah pelarangan pendirian rumah ibadah agama tertentu. Dia
mencontohkan, kasus GKI Yasmin di Bogor dan peristiwa perusakan rumah ibadah di
Aceh Singkil. "Soal rumah ibadah, kalau berpatokan pada Surat Keputusan
Bersama (SKB) Tiga Menteri terkait pendirian rumah ibadah, pasti sudah selesai.
Aceh Singkil juga didorong penyelesaiannya, tapi masih nyangkut di Bupati.
Tidak ada alasan untuk melarang mendirikan rumah ibadah," kata dia.
Thamrin mengatakan, rendahnya pemahaman masyarakat terhadap aturan hukum
menjadi penghambat dalam menangani konflik sosial. Selain itu, ada beberapa
hambatan lain yang muncul berdasarkan kajian BIN, yakni kondisi sosial budaya
yang kental dengan primordialisme, jumlah aparat yang terbatas, kondisi
geografis di tempat konflik sulit dijangkau, dan kurang cepatnya pemerintah
merespons permasalahan yang memicu terjadinya konflik. Ia menilai, pemda juga
kurang berpedoman pada Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial saat menangani
konflik yang terjadi. "Dalam penyelesaian konflik, pemda kurang berpedoman
pada UU penanganan konflik," kata Thamrin. Untuk merespons maraknya
konflik sosial berbau SARA, BIN telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Harmoni.
Satgas tersebut bertugas untuk meredam konflik sebelum skalanya semakin
membesar. "Tim ini yang akan turun ke daerah. Semoga bisa membantu tim
terpadu Kemendagri untuk mencegah konflik sosial di daerah," kata Thamrin.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan,
tantangan dinamika politik saat ini adalah meningkatnya aktivitas kelompok
fundamentalis berbasis keagamaan yang ingin mengubah ideologi. Oleh sebab itu,
dia meminta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah harus bisa berkoordinasi dengan
baik dengan unsur TNI dan Polri. "Forkominda dari pusat sampai kecamatan
yang harus berkoordinasi dengan baik. Waspadai dan tangkal," ujar Tjahjo.
Sementara itu, berdasarkan data kepolisian, Wakil Kepala Polri Komjen Syafruddin
menuturkan, konflik sosial sebagian besar terjadi karena latar belakang agama.
Penulis : Kristian Erdianto
Penulis : Kristian Erdianto
PENDAPAT
Pendapat saya
tentang artikel diatas adalah sebaiknya masyarakat selalu ikut arahan atau berkoordinasi
pada TNI dan Polri setempat. Jangan selalu percaya tentang semua berita yang
belum jelas kebenaran nya atau hoax yang tesebar di internet dan
omongan-omongan dari orang lain. Selalu mencari tau kebenaran nya dan bertanya
kepada pihak yang berwajib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar